Kata realistic merujuk pada pendekatan dalam pendidikan matematika yang telah dikembangkan di netherland belanda, pendekatan ini mengacu pada pendapat freudenthal (Gravermeijer, 1994) yang menyatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia (mathematics as a human activity). Ini berarti bahwa matematika harus dekat dan relevan dengan kehidupan anak sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti bahwa manusia diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika. Pendekatan ini kemudian dikenal dengan nama Realistic Mathematics Education (RME).
Soedjadi (2001:2) mengemukakan bahwa
pembelajaran matematika dengan pendekatan realistic pada dasarnya adalah
pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta untuk memperlancar
proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika
yang lebih baik. Selain itu soedjadi juga menjelaskan bahwa realita adalah hal
– hal nyata yang kongkrit yang dapat diamati dan dipahami siswa dengan cara
membayangkan. Sedangkan lingkungan adalah tempat dimana peserta didik berada
baik dilingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Terkait dengan pendekatan pembelajaran
matematika, pendekatan matematika realistic saat ini sedang dikembangkan di
Indonesia, maka selanjutnya dikenal dengan sebutan Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia ( PMRI). Pendekatan ini merupakan adaptasi dari pendekatan
matematika realistik yang dikembangkan di belanda oleh freudenthal. PMRI
merupakan pembelajaran yang menekankan aktivitas insan, dalam pembelajarannya
digunakan konteks yang sesuai dengan keadaan di Indonesia.
Dasar filosofi yang digunakan dalam PMRI ini adalah kontrukstivisme yaitu dalam
memahami suatu konsep matematika siswa diharapkan membangun dan menemukan
sendiri pemahamnnya. Karakteristik dari pendekatan ini adalah memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk membangun pemahaman tentang konsep
yang baru dipelajarinya.
Menurut Prof.Zulkardi (2000) PMRI adalah pendekatan yang bertitik
tolak dari hal-hal yang real ‘nyata’ bagi siswa, serta menekankan keterampilan
proses berdiskusi dengsn teman sekelas sehingga pada akhirnya hasil penemuanya
tersebut dapat ia gunakan untuk menyelesaikan masalah baik secara individu
maupun masalah kelompok.
B. Karakteristik PMRI
Soedjadi, Zulkardi dan Asikin mengkarateristikan pembelajaran PMRI menjadi
5 yaitu sebagai berikut:
1.
menggunakan masalah kontekstual ( the
use of context).
Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual ( dunia nyata) dan tidak dimulai dari sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran harus merupakan masalah sederhana yang diketahui oleh siswa.
Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual ( dunia nyata) dan tidak dimulai dari sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran harus merupakan masalah sederhana yang diketahui oleh siswa.
2.
Menggunakan model ( use models, bridging
by vertical instrument).
Istilah model berkaitan dengan masalah
situasi dan model matematika yang dikembangkan sendiri oleh siswa, mengaktualisasikan
masalah kebentuk visual sebagai sarana untuk memudahkan pengajaran.
3.
Menggunakan kontribusi siswa (student
contribution).
Konstribusi yang besar diharapkan pada
proses belajar mengajar datang dari siswa artinya semua pikiran ( konstruksi dan
produksi) dihasilkan oleh siswa itu sendiri.
4.
Interaksi ( interactivity).
Mengoktimalkan proses pembelajaran
melalui interaksi siswa dengan guru dan siswa dengan sarana dan prasarana
merupakan hal terpenting dalam pembelajaran matematika realistik.
5.
Terintegrasi dengan topic lainnya
(intertwining).
Struktur dan konsep matematika saling
berkaitan maka dari itu, keterkaitan antar topik (unit pelajaran) tersebut
harus dieksplorasi agar proses pembelajaran menjadi lebih bermakna.
C. Prinsip-Prinsip PMRI
Selain karakteristik PMRI terdapat juga prinsip –prinsip PMRI. Menurut
gravemejer ada tiga prinsip dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan
realistik matematika yaitu sebagai berikut:
1)
Penemuan kembali terbimbing (guided
reinvention) dan matematika progesif (progresif mathematics).
Menurut prinsip ini
pembelajaran matematika perlu diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman dalam
menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip atau prosedur, dengan bimbingan guru
untuk menyelesaikan berbagai jenis masalah yang ada dalam dunia nyata. Prinsip
ini mengacu pada pernyataan tentang konstruktivisme bahwa pengetahuan tidak
dapat ditransfer oleh guru tetapi hanya dapat dikonstruksi oleh siswa itu
sendiri.
2)
Fenomenologi daktis ( didactical
phenomenology)
Yang dimaksud dengan
fenomenologi adalah para siswa dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip –
prinsip atau materi lain yang terkait dengan matematika bertitik tolak pada
masalah – masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan atau
setidaknya berasal dari masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa.
3)
Mengembangkan model – model sendiri
(self developed model)
Pada prinsip ini siswa diharapkan dapat
mengembangkan sendiri model atau cara menyelesaikan masalah. Model atau cara
tersebut dimaksudkan sebagai wahana untuk mengembangkan proses berfikir
siswa karena dari proses berfikir tesebut siswa dapat mengembangkan
sediri model ataupun cara menyelesaikan masalah terutama masalah kontekstual.
0 komentar:
Posting Komentar